Yaa Allah Yaa Rohmaan Yaa Rahiim Yaa Malik Yaa Qudus Yaa Salam Yaa Mukmin Yaa Muhaimin Yaa Aziiz Yaa Jabbar Yaa Muttakabir Yaa Kholik Yaa Bari Yaa Musyawwir Yaa Ghofar Yaa Khohar Yaa Wahaab Yaa Rozaq Yaa Fattah Yaa 'Alim Yaa Qobith Yaa baashit Yaa Khofith Yaa Raafi' Yaa Mu'iz Yaa Muuzil Yaa Saami' Yaa Baashir Yaa Hakkam Yaa Adl Yaa Latiif Yaa Khobir


Kamis, Februari 12, 2009

Habis.. yang ngasih 'GAJI' beliau sih..

kuliah online (2)
oleh. Ustd H. Yusuf Mansur

Kita tidak pernah tahu dengan sesungguh-sungguhnya dari mana rizki kita berasal.
Barangkali, karena itulah kita jarang mengistimewakan Allah.
"Pak Helmy, ke ruang saya ya?", perintah bos besar, datar. Tanpa ada nada suruh cepat-cepat, dan tidak ada juga perintah untuk bersegera. Perintahnya bener-bener datar.
Bos besar ngangkat telpon, dan menekan shortcut number yang tersambung ke ruangan Pak Helmy, dan lalu bicara begitu: "Pak Helmy, ke ruang saya ya?".
Itupun dilakukan si bos besar ini tanpa menunggu jawaban dari Pak Helmy, apakah bisa atau tidak. Dan bos besar pun tidak tahu juga barangkali siapa yang ngangkat telpon di ruangan Pak Helmy tersebut. Apakah benar Pak Helmy, atau bukan?
Dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita jadi Pak Helmy, maka kita wajibkan diri kita untuk menyegerakan diri ke ruangan bos besar. Kita lalu merapihkan diri, dan bahkan seperti sudah menebak apa kemauan bos besar, kita ke ruangannya membawa data-data yang barangkali diperlukan, supaya bos besar senang.
Kalau kita jadi Pak Helmy, umpama ternyata sekretaris ruangan Pak Helmy yang mengangkat telpon itu, lalu kemudian si sekretaris ruangan itu lupa menyampa ika n bahwa bos besar memanggil, maka marahlah Pak Helmy, dan bersegeralah dia m emi nta maaf kepada bos besar seraya menyampa ika n bahwa dia salah.
Kalau kita ditegor orang, "Duuuh, segitunya kalo dipanggil bos?". Maka kita akan menjawab, "Ya wajarlah. Sebab dia kan bos nya saya. Dia yang menggaji saya. Saya bekerja di perusahaan ini sebab kebaikan dia".
Luar biasa. Begitu hebatnya "tauhid" kita kepada bos besar tersebut.
Lalu, bagaimana dengan panggilan Allah? Bagaimana keadaan hati kita?
Bagaimana keadaan diri kita? Bagaimana penampilan kita? Bagaimana sikap kita? Silahkan jawab sendiri. Masing-masing. Dengan jawaban yang paling jujur dari sikap dan perilaku kita selama ini. Semoga Allah menyayangi kita semua, amin.

Menunda DUNIA untuk ALLAH

kuliah online (1)
oleh. Ustd H Yusuf Mansur

Bagi saya, persoalan shalat adalah persoalan tauhid. Sebab tauhid kan sederhananya: Mengenal Allah. Lalu bagaimana kualitas shalat Kita, sebagaimana itulah Kita bertauhid kepadanya. Memang ada urusan lain di urusan shalat, tapi semua bermula dari sini... Dari shalat.

Perrmohonan maaf kepada para peserta sebab kemaren sempat kosong tidak Ada materi. Alhamdulillah pagi ini Kita ketemu lagi. Insya Allah pembahasannya masih seputar shalat. Sebab buat saya, urusan shalat itulah urusan Tauhid.
Kemaren pagi jam 11 saya nemanin istri saya check-up kami punya baby di rumah sakit. Diberitahu bahwa dokternya hanya sampe jam 13 saja. Alhamdulillah, urusan shalat nomor satu. Saya mengincar pom bensin di menjelang Mal Puri. Di sana Ada tempat shalat yang bersih. Saya belajar seperti ini.
Dan saya menyuarakan agar sebanyak-banyaknya orang juga begini. Betul-betul waspada di urusan shalat. Dan alhamdulillah malah nyampe jam 12.40-an. Masih belum terlambat.
Nah, kadang suka timbul pikiran begini, shalat di sana saja dah. Takutnya telat. Ntar dokternya malah pergi lagi. Akhirnya malah kadang terlambat semua mua. Datangnya juga terlambat. Dan sering juga akhirnya shalat di akhir waktu. Saya menikmati benar mendahulukan Allah ini. Saya yakin, yang punya jalan adalah Allah. Sehingga kalau mendahulukan Allah, niscaya jalanan akan dibuat lenggang leh Allah Pemilik Jalan.

Begitulah Saudara-saudaraku, peserta Kuliah Online. Percuma juga Kita bicara Allah bila kemudian urusan shalat Kita berantakan. Persoalan shalat sebenernya dijad ika n Kuliah Dasar tersendiri. Namun, karena bagi saya ini persoalan yang mendasar, maka IA dijad ika n sebagai bahagian dari Kuliah Tauhid.
Kalau dilihat perilaku manusia-manusia di Indonesia ini, memang bertuhan namun sebenernya masih perlu dipertanyakan lagi ketuhanannya. Sebab seperti Ga kenal sama Allah. Contoh, di dalam pesta perkawinan, wuh, soal shalat, kayak Ga ketemu shalat tepat waktu di sini, kecuali segelintir saja.
Di mall, di perkantoran, di gedung-gedung, sedikit sekali yang betul-betul memerhat ika n shalat sebagai cerminan bertauhid yang benar.
Ok, sebagai kelanjutan bicara-bicara ini, mari Kita lanjutkan pembahasan seputar shalat. Selamat menikmati esai-esai pendek. Saya pilih juga cara penyajian dengan esai-esai pendek agar peserta mudah mempelajari Dan memahami. Juga mudah mendistribus ika n lagi kepada yang lain sebagai perpanjangan dakwah saya Dan kawan-kawan. Amin.
Robbija 'alnii muqiimash sholaah wa min dzurriyyatii, ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah aku Dan anak keturunanku sebagai orang-orang yang menegakkan shalat…
Ada hadiah dari Allah buat siapa saja yang mementingkan diri-Nya
cerita: si A, membawa surat interview. Dia ini orang yang terbiasa tepat waktu. Ia gelisah. Sebab di surat interview itu, ia dipanggil jam 11.00. Jam yang rawan bagi dia. Rawan apaan?
Rawan untuk tidak bisa mempersiapkan diri shalat tepat waktu.
Subhaanallaah! Padahal jam 11 kan masih jauh? Masih 1 jam menuju waktu shalat,
Iya. Itu kalo dia prediksi wawancara bisa berlangsung tepat waktu. Bagaimana kalau pewawancara Telat. Atau IA datang di urutan wawancara nomor kesekian? Atau wawancara akan masih berlangsung sedang waktu shalat sudah menjelang. Lihat ya, baru "sudah menjelang", bukan sudah datang. Pikiran ini betul-betul mengganggu si A ini.
Tapi karena dia butuh pekerjaan, kemudian dia tetap memutuskan untuk datang.
Jam 11 kurang dia sudah sampai. Dia catatkan namanya untuk interview. Ternyata hanya dia seorang. Aman nih....
Tapi apa yang terjadi? Ternyata si penginterview dipanggil oleh direksi. Sampe jam 11.30-an Ga kunjung Ada kejelasan apakah wawancara bisa dilaksanakan atau tidak, atau di jam berapa wawancara Bisa dilaksanakan.
Di Mata si A ini, pertanyaan itu jelas ia jawab, atau bahasa lainnya, jawabannya jelas: Batal. Betul: mesti batal........
Dia memilih tidak wawancara bila wawancara itu dilakukan di jam 12 lalu mengganggu jadual shalatnya. Masya Allah.
"Mbak, saya izin dulu ya. Nanti saya balik lagi.
Saya titip tas di sini," katanya kepada Resepsionis.
"Bawa aja tasnya. Emangnya mau kemana?
Bapak sebentar lagi barangkali datang." "Mau shalat dulu." kata si A
"Oh? Silahkan? Nanti saya beritahu Bapak."
Alhamdulillah, pikir is A. Kirain akan dimarahin. Ini malah dipersilahkan Dan akan dibantu untuk Memberitahukan ke pewawancara. Alhamdulillah.
***
Sesampenya si A di ruang mushalla, belum Ada orang. Sebab baru jam 11.50. Saat itu, zuhur jam 12.08. Kira-kira jam 12-an lewat, tapi belum datang saatnya azan, datang seorang bapak. Bersih wajahnya. Berseri. Bapak ini sudah datang dalam keadaan berwudhu. Ditemani oleh dua orang lagi di sebelahnya. Juga dalam keadaan sudah berwudhu nampaknya. Sebab si A melihat ada tanda-tanda bekas air wudhu baru.
"Mas, bukan pegawai sini ya?" tanya salah satu dari yang tiga orang tersebut.
"Iya Pak" jawab si A
"Eh, kemana yang azan? Koq belum azan nih?" cetus lagi yang satu,
"Saya saja Pak yang azan," kata si A.
Dalam keadaan rapih baju dan celananya, dan dalam keadaan wangi, si A, azan. Ada rasa kebanggaan di hatinya, bahwa dia bisa mengalahkan interview untuk dapat azan dan shalat zuhur berjamaah.
Berdirilah yang tiga orang tersebut, sambil menunggu azan selesai. Seolah-olah mereka mendampingi si A ber-azan.
Selepas azan, si A tidak sempat lagi bicara-bicara dengan tiga orang tersebut. Sebab mushalla sudah keburu ramai Hanya, selepas shalat ba ' diyah, pundaknya ditepuk oleh salah satu dari yang tiga. "Mas yang akan diwawancara oleh saya ya?"
Kagetlah si A. Rupanya ia bersama-sama sang pewawancara. Satu shaf. "Yang ngimamin shalat itu, Dirut kita," katanya datar. "Kita tunggu beliau selesai shalat sunnah." Singkat cerita, malah si A itu diajak makan siang bersama. Dua dari yang tiga, adalah direksi.
Sedang yang mewawancara pun nampaknya m emi liki jabatan yang cukup tinggi di kantor tersebut. Sungguh beruntung si A. Ia jaga shalatnya, malah Allah dudukkan dia dalam posisi yang sangat mulia Bagaimana lalu dengan awawancaranya? Ya sudah tidak perlu diwawancara kali. Pertemuan di mushalla, dan azannya si A, sudah menyelesa ika n wawancara. Alhamdulillah, subhaanallaah.
Para Peserta Kuliah Online yang budiman, kalau kita hidup dalam aturan Allah, maka Allah akan mengaturkan hal-hal yang terbaik buat kita. Allah Maha Mengendalikan dunia ini, dan DIA Maha Mengetahui apa yang akan terjadi. Pintu rizki pun di tangan-Nya.
Bukan di tangan siapa-siapa.
d